IQNA

Kepemimpinan dalam Pandangan Nabi Ibrahim

10:52 - July 01, 2023
Berita ID: 3478581
Teheran IQNA - Kefanatikan dalam beragama yang kadang dihembuskan oleh para pemimpin agama, juga telah banyak menimbulkan kekerasan atas nama agama. Dan sudah banyak memakan korban. Darah para saudara kita, bahkan yang sama-sama menyatakan diri ingin mengikuti Sunnah Rasulullah SAW pun....tertumpah.

Segala puji kepunyaan Allah, kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan-Nya, kita meminta ampunan-Nya, dan kita memohon petunjuk-Nya. Kita bersaksi bahwa tiada tuhan selain Dia dan bahwa Muhammad hamba dan utusan-Nya. Shalawat dan salam bagi Sayyidul Wujud, Abil Qosim Mustofa  Muhammad Ibni ‘Abdillah Saw dari dzurriyyah dan keturunan Nabi Ibrahim as dan seluruh keturunannya yang disucikan.

Sesungguhnya hari Idul Adha, adalah hari kehormatan yang besar, dimana berkahnya diharapkan, dan maghfirah padanya didambakan, maka marilah kita  memperbanyak mengingat Allah yang maha tinggi, serta memohon ampun dan bertobat kepada-Nya, karena sesungguhnya Dialah yang menerima tobat lagi maha penyayang.

Allah swt berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 124 sebagai berikut:

Wa iżibtalā ibrāhīma rabbuhụ bikalimātin fa atammahun, qāla innī Ja'iluka lin-nāsi imāmā, qāla wa min żurriyyatī, qāla  lāyanalu  ahdiz-dzolimīn.

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".  (QS -Al-Baqarah: 124)

Ayat di atas menjelaskan bahwa kepemimpinan akan dimiliki oleh keturunan Nabi Ibrahim yang suci dan shaleh. Maka, siapakah keturunan Nabi  Ibrahim as yang disucikan dan shaleh yang layak menjadi pemimpin (imam) bagi seluruh manusia? Di antaranya tentu adalah Sayyidul Wujud, junjungan kita , Baginda Rasulullah Muhammad Ibni ‘Abdillah SAW dan keluarganya yang disucikan.  Oleh karena itu kita dianjurkan untuk membaca shalawat kepadanya:

Allahumma Shalli ala Muhammad wa ali Muhammad

Mengikuti sosok teladan dan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW adalah juga mengikuti millata Nabi Ibrahim as. Allah SWT berfirman:

Tṡumma auḥainā ilaika anittabi' millata ibrāhīma ḥanīfā, wa mā kāna minal-musyrikīn

Kemudian kami wahyukan kepadamu agar mengikuti agama Ibrahim, seorang yang hanif, dan dia bukan tergolong orang-orang yang musyrik. (QS. Al-Nahl ayat 123)

Sungguh dalam diri Ibrahim dan keluarganya yang suci ada keteladanan bagi seluruh pemimpin, baik pemimpin dunia maupun pemimpin agama.

Saat ini, bangsa kita sedang didera oleh bencana kepemimpinan. Rasa-rasanya jauh karakter dan sifat para pemimpin kita dari apa yang telah dicontohkan oleh Ibrahim as dan Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarganya yang suci.

Imam Ja’far ash-Shadiq As menyebutkan bahwa:

Bencana dan cobaan bagi para ulama ada sepuluh perkara, yaitu: Tamak, bakhil, riya’, fanatik, suka disanjung, suka menjerumuskan diri pada hal-hal yang mereka tidak bisa mencapai hakikatnya, suka aksi dengan menghiasi pembicaraan dengan kiasan-kiasan yang berlebihan, sedikit rasa malu di hadapan Allah ‘azza wa jalla, suka membanggakan dirinya dan tidak mengamalkan sesuai dengan apa yang diketahuinya.

Nampaknya sepuluh hal ini secara lengkap adalah gambaran kondisi leadership(kepemimpinan) di Indonesia saat ini; tentu dengan mengecualikan beberapa pemimpin dan ulama yang benar-benar shalih dan amanah; semoga Allah ‘azza wa jalla memanjangkan usia mereka. Amiin

Kefanatikan dalam beragama yang kadang dihembuskan oleh para pemimpin agama, juga telah banyak menimbulkan kekerasan atas nama agama. Dan sudah banyak memakan korban. Darah para saudara kita, bahkan yang sama-sama menyatakan diri ingin mengikuti Sunnah Rasulullah SAW pun....tertumpah.

Dalam era krisis kepemimpinan ini, Indonesia perlu kembali pada nilai-nilai keteladanan dan kepemimpinan (Imamah) yang telah dicontohkan Nabi Ibrahim as dan keluarganya yang suci yang berpuncak pada keteladanan dan kepemimpinan (Imamah) Nabi Muhammad SAW dan keluarganya yang suci.

Pertama, pemimpin dan para ulama seharusnya adalah orang yang telah berhasil menyucikan dirinya, setidaknya dari sepuluh perkara, yaitu: Tamak, bakhil, riya, fanatik, suka disanjung, dan lain-lain yang telah disebutkan oleh Imam Ja’far ash-Shadiq as, di atas. Nabi Ibrahim as, sangat terkenal dengan kedermawanannya dan keikhlasannya. Ibrahim tidak pernah menikmati makan siang atau malamnya kecuali ditemani sedikitnya seorang tamu yang ia ajak makan bersama. Terkadang ia memerlukan diri berjalan yang jauhnya dua atau tiga kilometer untuk menemukan seseorang yang ia bawa ke rumahnya. Inilah kedermawanan dan keramahan Ibrahim. Kedermawanan yang demikian luar biasa ini juga diikuti oleh keluarga Nabi SAW. Ibnu Abbas berkisah : Suatu hari di Madinah, putra Fathimah ra. Hasan dan Husein, sakit. Rasulullah saw dan sejumlah pengikutnya datang mengunjungi mereka. Mereka menganjurkan kepada suami Fathimah, Imam Ali ibn Abi Thalib, untuk mengucapkan nazar demi kesembuhan dua putranya itu. Kemudian Ali, Fathimah dan Fidhdhah (pembantu mereka) bernazar, jika Hasan dan Husein sembuh mereka akan berpuasa selama tiga hari. (menurut riwayat yang sama Hasan dan Husein (salam atas mereka) juga bernazar yang sama).

Tak lama kemudian, kedua putra Ali ibn Abi Thalib itu pun sembuh. Maka keluarga tersebut mulai melakukan puasa pada hari pertama. Pada saaat itu, keluarga putri Rasulullah saw itu berada dalam keadaan amat membutuhkan makanan. Lalu Imam Ali, sang kepala keluarga, membawa sekantung gandum yang diberikan kepada isterinya untuk segera digiling. Fāthimah ra., menggiling sepertiganya hingga menjadi tepung untuk membuat beberapa potong roti.

Menjelang petang, tatkala mereka tengah mempersiapkan hidangan roti buatan tangan putri Rasul untuk berbuka puasa, tiba-tiba datang seorang miskin menghampiri pintu rumah mereka dan berkata: “Salam atas kalian wahai keluarga Muhammad. Aku seorang muslim miskin yang kelaparan, berikanlah aku makanan. Semoga Allah membalas kebaikan kalian dengan makanan dari surga.” Seluruh anggota keluarga Imam Ali berempati dan mengutamakan si miskin yang meminta makanan tersebut dengan memberikan jatah roti untuk berbuka mereka kepada si miskin yang kelaparan itu, maka malam itu mereka berbuka puasa hanya dengan beberapa teguk air saja.

Hari berikutnya mereka berpuasa lagi. Namun, seperti yang terjadi pada hari sebelumnya, kini, seorang anak yatim menghampiri pintu rumah mereka. Sekali lagi, mereka memberikan roti hidangan berbuka mereka, hingga tak ada lagi dari sesuatu apapun yang bisa mengisi perut mereka kecuali air.

Di hari berikutnya, mereka berpuasa untuk hari ketiga. Kali ini, seorang tawanan yang datang menghampiri rumah mereka, dan sekali lagi, mereka memberikan makanan berbuka mereka sebagai sedekah.

Pada hari keempat, Ali ibn Abi Thalib kw. mengajak kedua putranya Hasan dan Husein, menemui Rasulullah Saw. ketika mengetahui keadaan mereka yang memprihatinkan dengan tubuh gemetar karena lapar, Rasul saw berkata: “Aku sedih melihat kondisi kalian seperti ini”. Kemudian Beliau Saw. berdiri dan ke rumah menantunya sambil membimbing dua cucu kesayangan diikuti oleh Ali ra. Ketika sampai di rumah sang menantu, Ali ibn Abi Thalib, Rasulullah Saw mendapati Fathimah ra sedang shalat. Tampak perut putri terkasih Rasul itu tertekan ke dalam hingga merapat ke punggungnya, kelopak matanya tampak dalam. Rasūlullāh Saw benar-benar terharu. Pada saat itulah Jibril datang dan berkata: “Wahai Muhammad, terimalah Surah ini. Allah swt memberi Anda ucapan selamat karena mempunyai keluarga seperti ini.” Lalu Jibril ra. membacakan kepada Rasūl Saw surah Hal-atā.

Wa yuṭ'imụnaṭ-ṭa'āma 'alā ḥubbihī miskīnaw wa yatīmaw wa asīrā, innamā nuth’imukum liwajhillāhi lā nuriidu minkum jazā-an walaa syukuurā

Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. (QS Al-Insan ayat 8-9)

Kedua, Al-Qur’an al-Karim menyebutkan mengapa Allah SWT memberikan karunia imamah (kepemimpinan) pada seseorang.  Di antaranya adalah: Kesabaran.

Wa ja'alnā min-hum a`immatay yahdụna bi`amrinā lammā ṣabarụ, wa kānụ bi`āyātinā yụqinụn.

 “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberikan petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan mereka meyakini ayat-ayat Kami” (QS AS-SAJDAH[32]:24)

Nabi Ibrahim as sabar ketika diuji dengan ujian yang sedahsyat apa pun hanya karena kecintaan dan keridhaan Tuhan sebagai al-Mahbub al-Haqiqi. Kesabaran yang dimaksudkan di sini , adalah kesabaran tanpa syarat; artinya mereka tetap sabar dalam segala keadaan yang Allah pilihkan untuk menguji kepasrahan dan penghambaan seorang hamba. Para pemimpin dan ulama seharusnya mencoba meneladani karakter sabar tanpa syarat ini, sejauh yang mereka mampu.

pemimpin dan para ulama, sebagaimana Nabi Ibrahim as dan keturunannya yang disucikan,  seharusnya adalah orang yang berani. Ibnu Ishaq, seorang ahli sejarah mengatakan: Waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan kayu, demi membakar Ibrahim, adalah sebulan lamanya. Setelah kayu tersusun, dituanglah minyak yang mendidih. Setelah seluruh kota bersedia, keluarlah Ibrahim dengan senyum bahagia, menanti sebuah ujian cinta, dari Tuhan yang Mahakuasa.

Ibrahim berdiri mematung. Ia pandangi api yang menggulung. Panasnya tak tertahankan, sehingga masyarakat banyak menghindar kesakitan. Sekiranya ada burung yang lewat di atas panas membara, tubuhnya akan hancur menjadi debu, meski api tak menyentuhnya sama sekali.

Maka api pun membakar Ibrahim dengan ganasnya. Malaikat Jibril datang menawarkan bantuan. Ibrahim menjawab: “Aku tidak memerlukan pertolonganmu. Cukuplah bagiku Allah mengetahui keadaanku.” Kemudian terjadilah sesuatu yang lantas tercatat dalam sejarah alam raya. Nun jauh di ‘Arasy sana, Tuhan Yang Mahakasih berfirman, “Wahai Api, dinginlah engkau untuk Ibrahim.” Sudah cukup bagi Tuhan bukti bahwa Ibrahim mencintai-Nya dengan sejati. Ketika kaki Ibrahim melangkah, kasih sayang Tuhan tercurah. Ketika niat terpatri, Tuhan menyambutnya dengan pasti.

Ketika Ibrahim di ambang panasnya api, ia pasrahkan dirinya pada Tuhan yang sejati. Siapa pun kita dapat belajar dari Ibrahim. Sekiranya kita pasrahkan hidup kita, maka Tuhan akan memberikan karunia dari tempat dan waktu yang tidak pernah bisa kita kira.

Menurut riwayat, Ibrahim bertahan dalam api tujuh hari lamanya. Masyarakat sekitarnya melihatnya tak bergeming dibakar, tak hancur didera panas, hingga Ibrahim dibiarkan selama tujuh hari lamanya. Menurut Munhal bin ‘Amr, diriwayatkan dari Ibrahim bahwa dia berkata, “Tujuh hari aku berada di api, adalah tujuh hari yang paling bahagia dalam hidupku.”

Betapa tidak, selama seminggu ia berada dalam karunia Tuhan. Selama tujuh hari ia menikmati kasih sayang Tuhan. Mukjizat api yang dingin, dan suasana hati yang damai. Meskipun jutaan mata memandang, gelora api membakar Ibrahim dengan tenang.

Setelah tujuh hari, berkatalah kemudian Namrud, “Wahai Ibrahim, engkau bertahan berada dalam api, mungkinkah engkau keluar darinya?” Ibrahim menjawab, “Dengan izin Tuhanku, tiada hal yang tak mungkin terjadi.” Lalu Namrud bertanya lagi, “Apakah engkau takut, sekiranya engkau bertahan di sana, api akan membinasakanmu?” Ibrahim menjawab, “Tidak, bagi Tuhanku segala sesuatunya adalah mudah.” Tiba-tiba mata Namrud melihat sesosok makhluk duduk di samping Ibrahim. Ia bertanya, “Siapakah yang berada di sampingmu?” Ibrahim menjawab, “Dialah malaikat yang diutus Tuhanku untuk menemaniku.” Namrud berkata, “Wahai Ibrahim, indah benar sahabatmu. Akan aku korbankan empat ribu sapi demi menghormati dan menjamu sahabatmu.” Ibrahim menjawab, “Tuhan tidak akan menerima pengorbanan apa pun sebelum engkau meneriman-Nya sebagai Tuhanmu.” Namrud menjawab, “Hatiku ingin berkata demikian, tetapi sekiranya aku mengakui  Tuhanmu, aku akan kehilangan kekuasaanku.”

Inilah sekilas yang dapat kita pelajari dari apa yang dimiliki oleh Ibrahim sehingga dia dijadikan seorang Imam oleh Tuhannya.. dengan firmannya:

Inni Jāiluka linnāsi Imāmā,

Aku telah menjadikanmu (Ya Ibrahim) seorang Imam. (QS -Al-Baqarah: 124) (HRY)

captcha